Sistem
instruksional dapat didefinisikan sebagai suatu pengaturan sumber daya dan
prosedur yang digunakan untuk mempromosikan pembelajaran. Perancangan sistem
instruksional adalah proses perencanaan sistem instruksional dengan sistematis dan
pengembangan instruksional adalah proses penerapan rencana. Seiring dengan
kedua fungsi ini, meliputi komponen dari apa yang disebut sebagai teknologi
instruksional. Teknologi instruksional adalah istilah yang lebih luas daripada
sistem instruksional dan dapat didefinisikan sebagai aplikasi teori dan teori pengetahuan
yang sistematis serta terorganisir dengan lainnya untuk tugas desain dan
pengembangan instruksional. Teknologi instruksional juga mencakup pencarian
pengetahuan baru tentang bagaimana caranya orang belajar dan cara terbaik untuk
merancang sistem atau bahan pembelajaran (Heinich, 1984).
Harus dibuktikan
bahwa desain sistem instruksional dapat terjadi pada tingkat kebutuhan yang
berbeda. Kita bisa membayangkan sebuah usaha nasional dalam perencanaan dan
pengembangan sistem instruksional, seperti halnya dengan Kurikulum bidang studi
Biologi dan Kurikulum bidang studi Intermediate yang didanai oleh National Science Foundation. Upaya ini
berpusat pada pengembangan materi dalam area subjek. Hal ini juga layak dicatat
bahwa beberapa program untuk instruksi individual di beberapa bidang studi
telah dilakukan. Sistem ini berupa,
RENCANA PROYEK (Program Pembelajaran Sesuai Kebutuhan), IPI (Instruksi yang
Ditentukan secara Individu), dan IGE (Instruksi yang Dipandu Secara
Individual), dijelaskan dalam sebuah buku yang diedit oleh Weisgerber (1971).
Perancang
instruksional tidak selalu memiliki kesempatan untuk mengerjakan proyek lingkup
nasional. Mereka umumnya merancang sistem instruksional yang lebih kecil
seperti kursus, unit dalam kursus, atau pelajaran individu. Terlepas dari
perbedaan ukuran dan ruang lingkup, proses perancangan sistem instruksional
memiliki fitur umum di semua tingkat kurikulum. Desain sistems instruksional
memiliki komponen yang lebih kecil dikenal sebagai desain instruksional karena
fokusnya adalah bagian dari instruksi itu sendiri, bukan keseluruhan sistem
instruksional.
DESAIN
INSTRUKSIONAL
Beberapa model
cocok untuk desain pengajaran unit kursus dan pelajaran. Salah satu model yang
banyak dikenal adalah model Dick dan Carey (1990) pada Gambar 2-1. Semua
tahapan dalam model sistem instruksional yang dapat diterapkan dikategorikan
menjadi satu dari tiga fungsi: (1) mengidentifikasi hasil dari instruksi, (2)
mengembangkan instruksi, dan (3) mengevaluasi keefektifannya dari instruksi. Kita
akan fokus pada kegiatan desain instruksional yang terjadi dalam sembilan tahap
yang ditunjukkan pada Gambar 2.1.
Ø Tahap 1: Tujuan
Instruksional
Tujuan
dapat didefinisikan sebagai keadaan yang diinginkan. Pada tahap ini, perancang
instruksional harus bertanya, “Tujuan apa yang akan mewakili keadaan yang
diinginkan?” Setelah tujuan telah dinyatakan, perancang dapat melakukan
analisis kebutuhan. Ahli (Burton dan
Merrill, 1977; Kaufman, 1976) mendefinisikan kebutuhan sebagai sebuah perbedaan
atau kesenjangan antara keadaan yang diinginkan (tujuan) dan keadaan saat ini.
Oleh karena itu, kebutuhan bisa ditentukan setelah menyatakan tujuan dan
analisis keadaan sekarang. Kebutuhan dan tujuan selanjutnya disempurnakan pada
tahap 2 dan 3 dari proses perancangan, analisis instruksional dan analisis
pembelajar (karakteristik siswa).
Ø Tahap 2: Analisis
Instruksional
Tahapan 2 dan 3
pada Gambar 2-1 dapat terjadi baik dalam urutan maupun serentak. Kami telah
memilih untuk mendiskusikan analisis instruksional terlebih dahulu. Tujuan
analisis instruksional adalah untuk mengetahui keterampilan yang terlibat dalam
mencapai suatu tujuan. Dalam hal ini, sang perancang akan menggunakan analisis
tugas (atau analisis prosedural), produknya akan menjadi daftar langkah dan
keterampilan yang digunakan pada setiap langkah dalam prosedur (Gagne, 1977).
Jenis analisis
instruksional lainnya adalah analisis pemrosesan informasi, yang dirancang
untuk mengungkapkan operasi mental yang digunakan oleh orang yang memiliki keterampilan
belajar yang kompleks. Analisis ini dapat diartikan sebagai analisis proses
internal yang terlibat dalam keterampilan yang diinginkan. Perkiraan penting
yang dibuat untuk setiap keputusan dan tindakan yang diungkapkan oleh proses
informasi. Analisis apakah peserta didik yang dimaksud sesuai dengan kemampuan
ini atau apakah mereka perlu membelajarinya (tahap 3).
Hasil analisis
instruksional yang penting adalah klasifikasi tugas. Klasifikasi tugas adalah
kategorisasi hasil belajar menjadi domain atau subdomain jenis/model
pembelajaran. Gagne (1985) menggambarkan lima jenis utama hasil belajar dan
beberapa subtipe. Tugas Klasifikasi dapat membantu perancangan pembelajaran
dalam beberapa cara. Target klasifikasi tujuan memungkinkan untuk memeriksa
apakah tujuan yang dimaksudkan dari sebuah unit instruksional sedang diabaikan.
Briggs and Wager (1981) telah mempresentasikan contoh bagaimana sasaran-sasaran
dapat diklasifikasikan dan kemudian dikelompokkan menjadi unit kursus berupa
peta instruksional kurikulum. Peta yang dihasilkan kemudian dapat ditinjau
ulang untuk memeriksa apakah informasi verbal, sikap, dan keterampilan
intelektual termasuk dalam unit instruksional. Klasifikasi hasil belajar juga
menyediakan kondisi yang paling efektif untuk berbagai jenis hasil
pembelajaran.
Jenis analisis akhir yang akan disebutkan adalah
analisis tugas belajar. Sebuah analisis perangkat belajar yang tepat untuk
tujuan pengajaran yang melibatkan keterampilan intelektual. Tujuan dari
analisis tugas belajar adalah untuk mengungkapkan tujuan yang memungkinkan ada dan
untuk mengambil keputusan urutan/langkah pengajaran yang perlu dibuat. Kemungkinan
hasil analisis tugas pembelajaran adalah peta instruksional kurikulum (ICM)
mirip dengan yang ditunjukkan pada Gambar 2-2. ICM ini menunjukkan tujuan
targetnya dan tujuan bawahan mereka untuk unit instruksional pada kata
pengolahan. Perancang mungkin perlu menerapkan salah satu atau semua jenis
analisis ini dalam merancang satu unit instruksi.
Ø Tahap 3: Urutan Perilaku
dan Karakteristik Pembelajar
Seperti yang
ditunjukkan sebelumnya, langkah ini sering dilakukan secara paralel dengan
tahap 2. Tujuannya adalah untuk menentukan keterampilan yang memungkinkan yang
dibutuhkan peserta didik untuk tugas belajar. Beberapa peserta didik akan tahu
lebih banyak dari yang lain, jadi perancangnya harus memilih dari mana memulai
instruksi, mengetahui bahwa itu akan berlebihan untuk beberapa tapi perlu bagi
orang lain. Perancang juga harus bisa mengidentifikasi para peserta didik untuk
siapa instruksi itu tidak sesuai sehingga mereka dapat diberikan instruksi yang
remediates. Biasanya tidak cukup bagi seorang desainer untuk menebak keterampilan
apa yang dibutuhkan dari audiens yang dituju. Prosedur yang lebih baik adalah
mewawancarai dan menguji keterampilan populasi sasaran sampai Anda cukup tahu
tentang mereka untuk merancang instruksi dengan tepat.
Selain kualitas
pembelajar seperti keterampilan intelektual yang jelas, perancang instruksi
mestinya merasa perlu untuk membuat beberapa ketentuan untuk kemampuan dan
sifat pembelajar, yang biasanya dianggap kurang mudah dan bisa berubah melalui
pembelajaran. Kemampuan mencakup kualitas seperti pemahaman verbal dan
orientasi spasial. Sifat kepribadian adalah aspek lain dari kemampuan belajar
yang mungkin perlu dipertimbangkan dalam desain instruksional. Kemampuan dan
sifat kontras dengan karakteristik pelajar sebagai keterampilan dan pengetahuan
verbal; memiliki efek spesifik pada isi instruksi yang efektif.
Ø Tahap 4: Tujuan
Kinerja
Pada tahap ini,
perlu merumuskan kebutuhan dan sasaran ke dalam kinerja tujuan yang cukup
spesifik dan rinci untuk menunjukkan kemajuan menuju tujuan. Ada dua alasan
untuk memulai dari tujuan umum hingga semakin meningkat ke objek spesifik. Yang
pertama adalah bisa berkomunikasi pada level orang yang berbeda. Beberapa orang
(misalnya, orang tua atau dewan direksi) adalah hanya tertarik pada tujuan, dan
tidak dalam rincian, sedangkan yang lain (guru, siswa) membutuhkan tujuan
kinerja yang terperinci untuk menentukan apa yang akan mereka ajarkan dan
pelajari. Alasan kedua untuk meningkatkan rincian adalah memungkinkan
perencanaan dan pengembangan dari bahan ajar dan sistem penyampaian. Berbagai
jenis hasil belajar memerlukan perawatan instruksional yang berbeda. Untuk
merancang bahan ajar yang efektif dan memilih sistem pengiriman yang efektif, perancang
harus benar-benar menentukan kondisi belajar yang diperlukan untuk memperoleh
informasi dan keterampilan baru. Alasan terakhir untuk akhirnya menyatakan
semua tujuan dalam hal kinerja (bukan isi garis besar atau kegiatan guru)
adalah untuk dapat mengukur kinerja siswa untuk menentukan kapan tujuan telah
tercapai.
Fungsi tujuan kinerja adalah untuk
(1) menyediakan sarana untuk menentukan apakah instruksi berhubungan dengan
pencapaian tujuan, (2) menyediakan sarana untuk memfokuskan perencanaan pelajaran
pada kondisi yang sesuai pembelajaran, (3) membimbing pengembangan ukuran
kinerja pelajar, dan (4) membantu peserta didik dalam usaha belajar mereka.
Dengan demikian, hubungan intim antar tujuan, instruksi, dan evaluasi ditekankan.
Briggs (1977) disebut Ketiga aspek desain instruksional ini sebagai anchorpoint
dalam perencanaan, dan dia menekankan kebutuhan untuk memastikan bahwa ketiganya
sesuai dengan kesepakatan lain. Gambar 2-1 menempatkan pengembangan item uji
sebelum pengembangan strategi instruksional Briggs (1977) juga menempatkan
desain penilaian instrumen sebelum pengembangan pelajaran, dengan alasan bahwa
(1) pemula adalah lebih mungkin untuk menyimpang dari tujuan dalam
mengembangkan tes daripada dalam mempersiapkan pelajaran, dan (2) perancang
yang baru saja selesai mengembangkan materi pelajaran mungkin secara tidak
sengaja fokus pada konten daripada kinerja dalam membangun tes. Perancang
berpengalaman, bagaimanapun, mungkin memilih untuk mengembangkan pelajaran sebelum
mengembangkan ukuran kinerja.
Ø Tahap 5: Kriteria-Referensi
Tes Item
Ada banyak
kegunaan untuk ukuran kinerja. Pertama, mereka bisa digunakan untuk diagnosis
dan penempatan dalam kurikulum. Tujuan pengujian diagnostic adalah untuk
memastikan bahwa seseorang memiliki prasyarat yang diperlukan untuk keterampilan
belajar baru. Uji item memungkinkan guru untuk menentukan kebutuhan individu
siswa agar berkonsentrasi pada keterampilan yang kurang dan harus dihindari
instruksi yang tidak perlu. Tujuan lainnya adalah untuk mengecek hasil belajar
siswa selama kemajuan pelajaran. Pemeriksaan semacam itu memungkinkan untuk
mendeteksi kesalahpahaman yang mungkin dimiliki siswa dan memulihkannya sebelum
melanjutkan. Selain itu, tes kinerja diberikan pada akhir pelajaran atau unit instruksi
dapat digunakan untuk mendokumentasikan kemajuan siswa untuk orang tua atau
administrator. Tingkat penilaian kinerja ini dapat berguna dalam mengevaluasi sistem
pembelajaran itu sendiri, atau keseluruhannya.
Evaluasi dirancang
untuk menyediakan data, instruksi untuk diperbaiki, disebut evaluasi formatif. Mereka
biasanya dilakukan saat bahan ajar masih dibentuk dan direformasi. Bila tidak
ada perubahan lebih lanjut terhadap yang direncanakan dan kapan saatnya
menentukan keberhasilan dan nilai kursus di akhir, evaluasi sumatif dilakukan. Beberapa perencanaan ukuran kinerja sebaiknya
dilakukan sebelum pengembangan rencana pelajaran dan bahan ajar karena
seseorang menginginkan tes untuk fokus pada tujuan kinerja (apa yang harus
dimiliki peserta didik) daripada pada apa yang pelajar telah baca atau apa yang
telah dilakukan guru. Demikian ukuran kinerja dimaksudkan untuk menentukan apakah
siswa telah memperoleh keterampilan yang diinginkan, bukan untuk menentukan
apakah mereka hanya mengingat instruksionalnya presentasi.
Ø Tahap 6:
Strategi Instruksional
Penggunaan
istilah strategi kami bersifat nonrestrictive.
Kami tidak bermaksud menyiratkan semua instruksi harus dalam bentuk modul
instruksional mandiri atau materi yang dimediasi. Instruksi yang dipimpin oleh
guru atau yang berpusat pada guru juga bisa mendapat manfaat dari desain sistem
pembelajaran. Melalui Strategi instruksional, dimaksudkan agar sebuah rencana dibuat
untuk membantu peserta didik dengan usaha studinya untuk setiap tujuan kinerja.
Ini mungkin terjadi bentuk rencana pelajaran (dalam hal instruksi yang dipimpin
guru) atau satu set spesifikasi produksi untuk bahan yang dimediasi. Tujuan
strategi pengembangan sebelum mengembangkan materi itu sendiri adalah untuk
menguraikan bagaimana kegiatan instruksional akan berhubungan dengan pencapaian
tujuan. Saat instruksi yang dipimpin oleh guru, diatur instruksi kelompok, para
guru menggunakan proses desain instruksionalnya untuk menghasilkan panduan untuk
membantu menerapkan maksud rencana pelajaran tanpa harus menyampaikan isi
pastinya kepada peserta didik. Guru memberi arahan, mengarahkan peserta didik
ke materi yang sesuai, memimpin atau mengarahkan aktivitas kelas, dan
melengkapi bahan yang ada dengan instruksi langsung. Di sisi lain, ketika
pelajaran yang berpusat pada pelajar, pelajar dengan pembelajaran yang direncanakan,
sebuah modul dipresentasikan kepada pelajar. Biasanya menyajikan suatu tujuan
belajar, panduan aktivitas, materi yang akan dilihat atau dibaca, praktek/latihan,
dan tes kompetensi untuk pelajar.
Tujuan dari
semua instruksi adalah untuk menyediakan langkah instruksi. Mereka mencakup
fungsi yang diakui secara luas seperti mengarahkan perhatian, menginformasikan
pelajar tentang tujuan, menyajikan bahan stimulus, dan penyediaan umpan balik. Tidak
masalah apakah kegiatan ini dilakukan oleh guru atau bahan ajar, asalkan
berhasil dilakukan. Bisa dicatat lebih lanjut bahwa peristiwa instruksi ini
berlaku untuk semua domain hasil pembelajaran. Perencanaan strategi
instruksional adalah bagian penting dari proses desain pembelajaran. Pada titik
inilah perancang harus bisa menggabungkan pengetahuan tentang teori belajar dan
desain dengan pengalaman peserta didik dan tujuan. Tak perlu disyukuri,
kreativitas dalam perancangan pelajaran akan meningkatkan pengetahuan dan
pengalaman lainnya. Mungkin komponen kreativitas ini memisahkan seni desain
instruksional dari ilmu desain instruksional. Jelas bahwa desain pelajaran
terbaik akan menunjukkan pengetahuan tentang peserta didik, tugas tercermin
dalam tujuan, dan efektivitas strategi pengajaran.
Ø Tahap 7: Instruksional
Materi/Bahan Ajar
Kata materi
disini mengacu pada media cetak atau media lain yang dimaksudkan untuk
menyampaikan kegiatan instruksi. Dalam kebanyakan sistem pengajaran
tradisional, guru tidak merancang atau mengembangkan materi pelajaran mereka
sendiri. Sebaliknya, mereka diberikan
bahan (atau mereka memilih materi)
yang mereka integrasikan ke dalam rencana pelajaran mereka. Sebaliknya, desain
sistem instruksional menggarisbawahi pemilihan dan pengembangan bahan ajar sebagai
bagian penting dari usaha perancangan. Beberapa
prinsip umum mulai muncul. Pertama, yang lebih inovatif tujuannya, semakin
besar kemungkinan bahwa sebagian besar materi harus dikembangkan karena mereka
tidak mungkin tersedia secara komersial. Kedua, materi berkembang untuk sistem penyampaian
tertentu hampir selalu lebih mahal daripada membuat pilihan dari yang tersedia.
Ketiga, adalah mungkin untuk meminimaliasir biaya pengembangan dengan memilih
bahan ajar yang tersedia dan mengintegrasikannya ke dalam sebuah modul yang
menyediakan cakupan semua tujuan instruksi yang diinginkan. Keempat, peran guru
dipengaruhi oleh pilihan sistem penyampaian dan kelengkapan materi karena guru
harus memberikan apapun peristiwa yang hilang yang mungkin dibutuhkan oleh
peserta didik.
Beberapa
kurikulum dan sistem instruksional baru telah direncanakan dengan sengaja sejak
awal baik untuk mengembangkan semua bahan baru atau untuk memanfaatkannya
sebanyak mungkin materi yang ada. Alasan pertama adalah pastikan bahwa konsep,
metode, tema, atau isi utama secara hati-hati dipertahankan. Karena program
semacam itu sering dikenali sebagai percobaan, tambahnya biaya pengembangan
dapat dibenarkan untuk menjaga kemurnian konsep asli. Di kasus keputusan untuk
memaksimalkan penggunaan bahan yang ada, kemungkinan biaya menjadi pertimbangan
utama dalam Proyek RENCANA (Flanagan, 1975). Pengembangan material menurut Carey
dan Briggs (1977) dan Branson and Grow (1987) memberikan penjelasan umum
tentang proses, dan Weisgerber (1971) memberikan beberapa dari rincian untuk
sistem tertentu.
Ø Tahap 8:
Evaluasi Formatif
Evaluasi
formatif menyediakan data untuk merevisi dan memperbaiki bahan pembelajaran.
Dick dan Carey (1990) memberikan prosedur rinci untuk tiga tingkatan proses
evaluasi formatif. Pertama, bahan prototipe dicoba pada satu-persatu (satu
evaluator duduk dengan satu pelajar) dengan perwakilan peserta didik sesuai
kriteria. Langkah ini memberikan banyak informasi secara terstruktur dan
masalah logistik yang mungkin dimiliki peserta didik dalam pelajaran. Perancang
bisa mewawancarai pelajar atau memintanya "berbicara melalui"
pikirannya terhadap materi. Sudah diperkirakan keefektifannya bahan ajar bisa
ditingkatkan 50% hanya melalui penggunaan beberapa evaluasi satu per satu.
Tingkat kedua adalah percobaan kelompok kecil, yang bahannya diberikan kepada
sekelompok 6-8 siswa. Fokus ini adalah bagaimana siswa menggunakan materi dan
berapa banyak bantuan yang diminta. Informasi ini dapat digunakan untuk membuat
pelajaran lebih mandiri. Ini juga akan memberi rancangan ide yang lebih baik
tentang efektivitas materi pada kelompok besar, nilai rata-rata siswa lebih
representatif daripada nilai dari percobaan siswa satu lawan satu. Langkah
terakhir adalah uji coba lapangan di mana instruksi, direvisi berdasarkan
percobaan satu lawan satu dan kelompok kecil, kemudian diberikan ke seluruh
kelas. Tujuan dari evaluasi formatif adalah merevisi instruksi seefektif
mungkin untuk jumlah siswa terbesar. Tahapan pengembangan bahan ini mungkin
salah satu yang paling sering diabaikan karena tahap akhir dalam proses desain
dan merupakan upaya yang signifikan dalam perencanaan dan pelaksanaan. Namun,
penggunaan sistem umpan balik untuk memperbaiki sistem merupakan inti dari
filosofi sistem. Desain instruksional tanpa evaluasi formatif tidak lengkap.
Lingkaran umpan balik pada Gambar 2-1 menunjukkan data evaluasi formatif dapat
meminta revisi atau peninjauan produk karena informasi berasal dari tahap
desain sebelumnya.
Ø Tahap 9:
Evaluasi Sumatif
Studi tentang
keefektifan suatu sistem secara keseluruhan disebut evaluasi sumatif. Istilahnya
menyiratkan, evaluasi sumatif biasanya dilakukan setelah sistem melewati tahap
formatifnya-bila tidak lagi menjalani point-bypoint
revisi. Hal ini mungkin terjadi pada saat uji lapangan pertama atau sebanyak
lima tahun kemudian, ketika sejumlah besar siswa telah diajar oleh sistem yang
baru. Jika ada harapan bahwa sistem akan banyak digunakan di sekolah atau ruang
kelas di seluruh negeri, evaluasi sumatif perlu dilakukan di bawah kisaran
kondisi yang bervariasi.
Sebuah badan
nasional, Joint Dissemination Review
Panel (JDRP), bertemu secara berkala untuk meninjau bukti efektivitas produk
pendidikan yang diidentifikasi berpotensi “sebagai percontohan”dan tepat penyebarannya.
Ini adalah bentuk evaluasi sumatif, di mana sebuah tim dari evaluator mengaudit
sebuah proyek percontohan untuk menilai bukti efektivitasnya. Bukti itu harus
menunjukkan valid dan dapat diandalkan, efeknya harus cukup besar terhadap
kepentingan pendidikan, dan memungkinkan berintervensi dalam produksi dan
pengaruhnya di tempat lain "(Tallmadge, 1977; hal 2). Proyek melewati
pemeriksaan panel, mungkin memenuhi syarat untuk mendapatkan dana dukungan
penyebaran dari National Diffusion
Network.
Sumber: Gagne. M. Robert, Briggs. J. Leslie, and Wager.W. Walter. Principles Of Instructional Design Fourth Edition. Harcourt Brace College Publishers.
ISBN: 0-03-034757-2
PERTANYAAN:
Berdasarkan pemaparan mengenai desain sistem instruksional, desain sistem intruksional dapat terjadi dengan tingkat kebutuhan yang berbeda. Sebagaimana yang diketahui bahwa Negara kita Indonesia, terdiri dari beberapa pulau/daerah yang memiliki tingkat kebutuhan dan karakteristik daerah yang khas dan berbeda-beda. Apakah menurut anda komponen desain sistem instruksional kurikulum yang berlaku saat ini (kurikulum 2013 edisi revisi) telah didasarkan kebutuhan dan karakteristik yang khas dari setiap daerah atau hanya secara nasional? Berikan saran dan pendapat anda mengenai upaya penyesuaian dan pengembangan desain instruksional kurikulum Nasional di tiap daerah, agar selain tujuan pendidikan dapat tercapai, kualitas pendidikan di Indonesia dapat merata, dan mencerminkan karakteristik/potensi yang berbeda-beda dari setiap daerah?
Kurikulum 2013 revisi 2017 yg berlaku saat ini sudah sesuai dg kebutuhan daerah karena kearifan lokal masuk dlm pembelajaran. Upaya yg perlu dilakukan dlm pengembangan desain instruksi dengan memberikan pelatihan guru membuat rancangan pembelajaran sesuai kebutuhan. Ada alokasi wkt di setiap semester utk pengembangan kurikulum di sekolah.
BalasHapusKomponen desain sistem instruksional kurikulum yang berlaku saat ini yaitu kurikulum 2013 edisi revisi 2015 telah didasarkan atas kebutuhan dan karakteristik yang khas dari setiap daerah terkait bagaimana penyesuaian dan pengembangan desain instruksional agar tujuan pendidikan kualitas pendidikan di Indonesia dapat merata, dan mencerminkan karakteristik/potensi maka diperlukan adanya pelatihan tentang bagaimana merancang desain instruksional agar tujuan pendidikan kualitas pendidikan di Indonesia dapat merata
BalasHapuskurikulum 2013 revisi 2017, hampir merata di daerah-daerah , ini berarti kebutuhan dan karakteristik yang khas dari tiap daerah sudah merata. namun mungkin ada beberapa yang belum sepenuhnya mengimplementasikan desain instruksional kurikulum 2013 revisi 2017. hal itu tidak menjadi masalah karena tiap daerah punya prinsip masing-masing dalam mengembangkannya. nah untuk mengatasi daerah yang belum menjalankan secara sepenuhnya maka diperlukan danya pelatihan tentang bagaimana merancang desain instruksional agar tujuan pendidikan kualitas pendidikan di Indonesia dapat merata
BalasHapusDesain sistem instruksional memang dapat terjadi dengan tingkat dan kebutuhan yang berbeda. Dan di Indonesia, dari komponen desain sistem instruksional kurikulum yang berlaku saat ini, telah didasarkan pada kebutuhan dan karakteristik yang khas dari setiap daerah.
BalasHapusDan upaya yang dapat dilakukan agar kualitas pendidikan diIndonesia merata dan mencerminkan karakteristik atau potensi yang berbeda dari setiap daerah yaitu dengan memberikan pelatihan kepada guru guru di masing masing daerahnya.
Jika bisa, saya menyarankan untuk meningkatkan kemampuan siswa dalam memperkaya diri mengenai potensi sumber daya yang berada di lingkungan sekitar. Misalnya seperti memberikan pelajaran tambahan (muatan lokal) yang mengajarkan tentang ke khasan yang berada di daerah tersebut. Sebaiknya penilaian dan penugasannya juga disesuainkan dengan kemampuan memperkaya diri dengan kekhasan tersebut.
BalasHapus